menu

Kamis, 31 Mei 2012

TINGKATAN NAFSU MANUSIA

Alquran telah membagi tiga tingkatan nafsu manusia:
1. Nafs Ammarah
Sumber pertama yang merupakan pangkal dan daripadanya tim¬bul semua keadaan thobi’i (Keadaan alamiah) manusia, Alquran Suci menamakan-nya nafs ammarah, seba¬gaimana dikatakan-Nya:
“…Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kepada kejahatan..” (Q.S 12:53)
Yakni, adalah ciri khas nafs ammarah bahwa ia membawa manusia kepada keburukan yang bertentangan dengan kesempurnaannya serta bertolak belakang dari keadaan akhlaknya dan ia menginginkan manusia supaya berjalan pada jalan yang tidak baik dan buruk.

Ringkasnya, melangkahnya manusia ke arah pelanggaran dan keburuk¬an adalah suatu keadaan yang secara alami menguasai dirinya, sebelum ia mencapai keadaan akhlaki. Sebelum manusia melangkah dengan dinaungi oleh akal dan makrifat (pengetahuan), keadaan ini dinamai keadaan thobi’i (pembawaan alami). Bahkan seperti halnya hewan-hewan berkaki empat, di dalam kebiasaan mereka makan minum, tidur bangun, menunjukkan emosi dan naik darah, dan begitu juga kebiasaan kebiasaan lainnya, manusia ikut kepada dorongan thobi’inya. Dan manakala manusia tunduk kepada akal dan makrifat serta memperhatikan timbang rasa, maka saat itu keadaan ketiga tersebut tidak lagi dinamakan keadaan-keadaan thobi’i, melainkan saat itu keadaan-keadaan ini disebut keadaan-keadaan akhlaki, yang mengenainya akan diterangkan lebih lanjut.
2. Nafs Lawwamah
Keadaan kedua, yaitu Tingkatan akhlaki yang dalam Al-Qur’an dinamai nafs lawwamah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala di dalam Alquran Suci:
“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri. (Q.S 75:2)”
Yakni, nafs (jiwa) yang menyesali dirinya sendiri atas perbuatan buruk dan setiap pelanggarannya. Nafs lawwamah ini merupakan sumber kedua bagi keadaan keada¬an manusia yang daripadanya timbul keadaan akhlaki; dan sesampai¬nya ke martabat itu manusia terlepas dari keadaan yang menyerupai keadaan hewan hewan lainnya. Dinamai lawwamah karena dia mencela manusia atas keburukannya dan tidak senang kalau manusia bertingkah-laku sewenang-wenang dalam memenuhi keinginan-keinginan thobi’i-nya dan men¬jalani hidup seperti hewan-hewan berkaki empat. Bahkan ia menghendaki supaya manusia menghayati keadaan-keadaan yang baik serta memiliki budi pekerti luhur, dan dalam usaha memenuhi segala keperluan hidupnya manusia jangan sekali pun melakukan pelanggaran, dan ia menghendaki agar perasaan perasaan serta hasrat hasrat thobi’inya diberi penyaluran yang sesuai dengan pertimbangan akal. Jadi, karena dia menyesali tindakan yang buruk, maka ia dinamai nafs lawwamah, yaitu jiwa yang sangat menyesali.
Disisi lain, walaupun nafs lawwamah tidak menyukai dorongan-dorongan thobi’i, bahkan selalu menyesali dirinya sendiri, akan tetapi dalam melaksana¬kan kebaikan kebaikan ia belum dapat menguasai diri sepenuhnya. Kadang-kadang dorongan-dorongan thobi’i mengalahkannya, kemudian ia tergelincir dan jatuh. Bagaikan seorang anak kecil yang lemah, walau¬pun tidak mau jatuh, namun karena lemahnya ia jatuh juga, lalu ia menyesali diri sendiri atas kelemahannya. Ringkasnya, ini merupakan keadaan akhlaki bagi jiwa tatkala di dalam dirinya telah terhimpun akhlak fadhilah (budi pekerti luhur) dan dia sudah jera dari kedurhakaan, akan tetapi belum lagi dapat menguasai diri sepenuhnya.
3. Nafs Muthmainnah
Kemudian ada sumber ketiga yang boleh dikatakan sumber keadaan keadaan rohani. Alquran Suci menyebut sumber ini nafs muthmainnah, sebagaimana dikatakannya:
“Hai jiwa yang tenteram dan mendapat ketenteraman dari Tuhan! Kembalilah kepada Rabb mu! Kamu senang kepada Nya dan Dia senang kepadamu. Maka bergabunglah dengan hamba hamba Ku dan masuklah ke dalam surga Ku”. (Q.S. 89:27 30).
Inilah martabat dimana jiwa manusia memperoleh najah (keselamatan) dari segala kelemah¬an, lalu dipenuhi oleh kekuatan kekuatan rohaniah dan sedemikian rupa melekat jadi satu dengan Allah Ta’ala sehingga ia tidak dapat hidup tanpa Dia. Laksana air mengalir dari atas ke bawah yang karena banyaknya dan tiada sesuatu yang menghambat¬nya, maka air itu terjun dengan deras, begitu pula jiwa manusia tak henti hentinya mengalir terus dan menjurus ke arah Tuhan. Ke arah ini-lah Allah Ta’ala mengisyaratkan, “Hai jiwa yang mendapat ketenteraman dari Tu¬han! Kembalilah kepada-Nya!”
Jadi, inilah tiga keadaan yang dengan kata lain dapat disebut keadaan keadaan thobi’i, akhlaki, dan rohani.
Jika ada pertanyaan, apa pengaruh Alquran Suci terhadap keadaan-keadaan thobi’i manusia, dan bimbingan apakah yang diberi¬kannya dalam hal itu, serta secara amal, sampai batas manakah yang di¬perkenankannya?
Hendaklah diketahui bahwa menurut Alquran Suci keadaan-keadaan thobi’i manusia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan keadaan-keadaan akhlaki serta rohaninya. Bahkan, cara manusia makan-minum pun mempengaruhi keadaan keadaan akhlaki dan rohani manusia. Jika keadaan-keadaan thobi’i dipergunakan sesuai dengan bimbingan-bimbingan syariat, maka sebagaimana benda apa pun yang jatuh ke dalam tambang garam akan berubah menjadi garam juga, seperti itu pula semua keadaan tersebut berubah menjadi nilai nilai akhlak dan memberi pengaruh yang mendalam sekali pada kerohanian. Oleh karena itu, Alquran Suci amat memperhati¬kan kebersihan jasmani, tata tertib jasmani, dan keseimbangan jasmani dalam usahanya mencapai tujuan segala ibadah, kesucian batin, ke¬khusyukan, dan kerendahan hati.
Jika kita merenungkan Firman suci Allah ta’ala dan memperhatikan maka di dalam ajarannya terkandung kaidah-kaidah guna perbaikan pada keadaan thobi’i (alamiah), lalu secara perlahan mengangkatnya keatas dan mengantarkannya sampai ke derajat tertinggi kerohanian.
Pertama, Allah berkehendak melepaskan manusia dari cara-cara hewani dengan mengajarkan kepadanya: cara duduk, bangun, makan-minum, bercakap‑cakap dan segala macam tata-cara hidup bermasyarakat. Dan dengan menganugerahkan perbedaan nyata dari kesamaan terhadap hewan, Dia mengajarkan suatu derajat dasar keadaan akhlaki yang dapat dinamakan adab dan tata krama. Kedua, Lalu Dia memberikan keseimbangan pada kebiasaan-kebiasaan alami manusia yang dengan kata lain dapat disebut akhlaq razilah (akhlak rendah), sehingga dengan mencapai keseimbangan itu, ia dapat masuk ke dalam warna akhlaq fadhilah (akhlak tinggi). Akan tetapi, kedua langkah ini, pada hakikatnya sama, sebab bertalian dengan perbaikan keadaan‑keadaan thobi’i. Hanya perbedaan tinggi‑rendah sajalah yang menjadikannya dua macam. Dan Sang Maha Bijaksana telah mengemukakan tatanan akhlak dengan cara demikian sehingga melaluinya manusia dapat maju dari akhlak rendah mencapai akhlak tinggi. Ketiga, Dan selanjutnya Dia telah menetapkan tingkat kemajuan ketiga, yakni manusia tenggelam dalam kecintaan dan keridho­an Sang Maha Pencipta‑nya Yang Hakiki, serta segenap wujud­nya menjadi milik Allah. Inilah suatu tingkat yang untuk mengingatkannya, maka agama orang-orang Muslim telah diberi nama Islam. Sebab, yang disebut Islam ialah penyerahan diri secara sempurna kepada Tuhan dan tidak menyisih­kan sesuatu bagi dirinya sendiri. (lih. Qs. 2: 112, 6:162-164, 3:31)
Menurut Alquran suci, keadaan thobi’i (alami) manusia yang bersumber dan berpangkal dari nafs ammarah itu bukanlah sesuatu yang terpisah dari keadaan‑keadaan akhlaki. Keadaan-keadaan alami itu apabila dikendalikan oleh kemauan tertentu serta menggunakan pertimbangan akal menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, maka keadaan-keadaan alami itu akan berubah coraknya menjadi nilai akhlak. Begitu pula keadaan-keadaan akhlaki bukanlah sesuatu yang terpisah dari keadaan-keadaan rohani. Melainkan keadaan-keadaan akhlaki itulah yang dengan menghilangkan diri sepenuhnya dalam wujud Allah serta membersihkan diri serta memutuskan segala hubungan hanya untuk Allah – akan mengambil corak kerohanian.
Jadi selama selama keadaan alamiah kita tidak beralih kepada warna akhlak selama itu manusia tidak layak mendapat pujian, sebab keadaan alami juga terdapat pada hewan-hewan bahkan tumbuhan.  Begitu pula dengan hanya memiliki sifat akhlak saja manusia tidak akan dapat menghayati kehidupan rohani. Sebab keadaan itu juga dimiliki oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan sekalipun, yang  juga memperlihatkan budipekerti yang baik. Orang yang jahat bahkan binatang sekalipun memiliki juga sifat-sifat semacam itu. Sebagian kita dapati ada sebagian orang karena dasar kasih sayang dan kesantunan tidak tega membunuh binatang, tidak mau makan atau memakai sesuatu yang darinya telah mengorbankan nyawa binatang.
Kita mengakui semua hal itu, akan tetapi kita tidak sekali-kali dapat mengakui bahwa semua keadaan alami itu dapat disebut akhlak, atau hanya dengan cara-cara itu sendiri dapat membersihkan kotoran-kotoran batin yang merintangi jalan untuk berjuma dengan zat Allah Ta’ala. Atau keadaan itu dapat menjadi sarana untuk mencapai derajat perikemanusiaan yang tinggi, sebab sikap dan keadaan serupa itu dimiliki oleh binatang berkaki empat yang bahkan sedikit lebih maju tingkatannya.
Tingkat kerohanian itu sebenarnya diperoleh melalui penggunaan setiap kodrat menurut keadaan serta kesempatan pada tempatnya, dan dengan melangkah dengan setia pada jalan Allah dan menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Adapun tanda orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan itu ialah, ia tidak dapat menjalani hidup tanpa Dia. Seorang arif adalah ibarat seekor ikan yang disembelih dengan tangan Tuhan; seekor ikan yang hidup di perairan cinta Ilahi.

Teori Darwin, Nabi Adam dan Piramid Giza


Teori Darwin memang menyesatkan, bagaimana mungkin, Homo Erectus yang selama 1.000.000 tahun (1,5 juta SM – 500.000SM), tidak mengalami perubahan yang berarti. Akan Tetapi hanya dalam tempo 200.000 tahun, mengalami perubahan yang drastis, menjadi Manusia/Homo Sapiens (500.000SM – 300.000SM)?.
Perlu dipahami bahwa, Homo Erectus adalah mamalia yang telah punah 500.000 tahun yang lalu. Jenis ini memiliki kemampuan berbudaya yang sangat terbatas, selama 1.000.000 tahun.

Adam dan Bakkah
Adam dan Hawa, yang diyakini sebagai leluhur umat manusia, kemunculannya telah ada sebelum 200.000 tahun yang lalu. Komunitas manusia pertama, bermula di Bakkah (QS.3:96), dimana mula-mula tempat peribadatan didirikan.
Bakkah (Mekah), yang disebut juga sebagai Ummul Qura/Ibu Negeri (QS.42:7), sesungguhnya adalah kampung halaman, bagi seluruh umat manusia sedunia.
Teori Out Of Africa, menyatakan bahwa Homo Sapiens berasal dan berevolusi di Afrika. Teori ini didukung oleh penemuan Homo Sapiens tertua, yang berusia 195.000 tahun, di dekat Sungai Omo, Ethiopia (Afrika Timur). Teori Out Of Africa, tidak sepenuhnya benar, karena manusia-manusia di Afrika, sesungguhnya berasal dari Bakkah, yang lokasinya tidak seberapa jauh dari Ethiopia (Afrika Timur).
Nabi Adam Muncul Sesudah 6.000 SM?
Adanya pendapat yang menyatakan, kemunculan Nabi Adam pada sekitar tahun 4.004SM (pendapat Uskup Irlandia, James Ussher, yang didasarkan kepada keterangan dari Bible) dan 5.411SM (pendapat seorang Ahli Sejarah Yahudi, Josephus), jelas sangat bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah.
Berdasarkan fakta sejarah, di India pada 6.000SM – 7.000SM, sudah ada Peradaban Lembah Sungai Indus. Di Iran pada 7.000SM, manusia telah mengenal almunium. Di Cina pada 7.000SM, manusia sudah mengenal bercocok tanam. Dan di Indonesia, tahun 6.000SM, Barus telah didiami manusia.
Nabi Adam Manusia Berbudaya
Nabi Adam adalah Manusia Super Genius. Karena beliau berhasil mempresentasikan keadaan Alam Semesta dihadapan ALLAH. Kecerdasannya telah membuat para malaikat terkagum-kagum, dan sujud. memuji kebesaranNYA (QS.2:30-34).
Nabi Adam dan masyarakat di Bakkah adalah manusia yang berbudaya, mereka telah mengenal pakaian dan berkomunikasi dengan bahasa yang santun. Hal ini sangat jauh dari gambaran, bahwa Nabi Adam adalah manusia primitif, yang berpakaian sekedarnya dan hanya mengenal kapak batu, sebagai alat bantu.
Penjelasan Tentang Keberadaan Ras ‘Raksasa’
Biologist Dr. Shomi Lesser dari Hebrew University mengkalkulasikan. Apabila manusia berasal dari satu leluhur, maka leluhur manusia itu tingginya mesti 90 kaki, karena manusia mengalami penyusutan badan atau genetic bottleneck.
Kalkulasi Dr. Shlomi, bersesuaian dengan isyarat dari Rasulullah 1.400 tahun yang silam, “Nabi Adam memiliki tinggi 60 Hasta” (Hadits Bukhari Vol.IV No.543).
Dimana 60 Hasta = 90 Kaki = 30 Meter.
Penyusutan badan manusia atau genetic bottleneck, kemungkinan telah terjadi pada generasi awal Bani Adam. Dimana ada yang menurunkan ras normal, seperti manusia saat ini, tetapi ada juga yang menurunkan ras ‘raksasa’. Penyusutan badan selain dipengaruhi faktor waktu dan turunan, juga dipengaruhi faktor iklim dan makanan.
Hasil karya manusia-manusia, yang memiliki fisik dan bertubuh ‘raksasa’, bisa dilihat pada Piramid Giza di Mesir (yang tersusun dari 2.3 juta batu, dengan berat setiap batu 2.5 ton) dan Kastil Sacsahuaman di Mexico (yang tersusun dari bebatuan, dengan berat antara 100 ton sampai 360 ton). Perlu dipahami, Piramid Giza dibangun, jauh sebelum munculnya Peradaban Sumeria (sekitar 4.000SM) dan bencana masa Nabi Nuh (sekitar 13.000 tahun lalu atau 11.000SM). Para Fir’aun Mesir Kuno, hanya menemukan Piramid Purba dan menjadikannya sebagai Pemakaman.
Temuan Arkeologi manusia ‘raksasa’ ini, juga telah berhasil ditemukan di Suriah, Arab Saudi, Texas USA, Thailand dan di beberapa tempat lainnya. Namun untuk menanggapi temuan tersebut, perlu kehati-hatian, karena sebagian ada yang direkayasa, untuk kepentingan pribadi.

Rabu, 30 Mei 2012

Lambang Baru KOPERASI INDONESIA

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah meluncurkan lambang baru Koperasi Indonesia dalam "International Year of Cooperatives" Indonesia di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 23-25 Mei 2012.

"Ini lambang baru Koperasi Indonesia," kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Syarief Hasan.

Dia menunjuk lambang baru Koperasi Indonesia yang terpampang di dinding podium utama pelaksanaan IYC Indonesia 2012 ketika membuka Festival Koperasi Internasional pertama di Indonesia itu, Rabu.

Perubahan lambang/logo Koperasi Indonesia itu didasarkan pada Surat Keputusan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nomor SKEP/14/Dekopin-A/III/2012 tanggal 30 Maret 2012 tentang Perubahan Lambang/logo Koperasi Indonesia.

Menteri Koperasi dan UKM kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tanggal 17 April 2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia.

Syarief mengatakan, lambang Koperasi Indonesia yang baru itu berbentuk gambar bunga yang memberi kesan perkembangan dan kemajuan koperasi di Indonesia.

Gambar bunga itu mengandung makna Koperasi Indonesia selalu berkembang, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif sekaligus produktif dalam kegiatannya, serta berwawasan dan berorientasi pada keunggulan dan teknologi.

Lambang Koperasi Indonesia yang baru itu didominasi oleh warna hijau pastel yang berwibawa dan menimbulkan kesan kalem.

Bentuknya juga lain sama sekali dari yang sebelumnya yang berbentuk pohon beringin yang dikelilingi kapas dan padi, timbangan, bintang dalam perisai, gerigi roda, dan berwarna merah dan putih.

Berikut penjelasan tentang Lambang Baru Koperasi Indonesia

BENTUK :
Logo Sekuntum Bunga Teratai bertuliskan KOPERASI INDONESIA
Logo Atau Lambang Koperasi Baru
Arti Gambar dan Penjelasan Lambang Koperasi Baru:
  1. Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk gambar bunga yang memberi kesan akan perkembangan dan kemajuan terhadap perkoperasian di Indonesia, mengandung makna bahwa Koperasi Indonesia harus selalu berkembang, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif sekaligus produktif dalam kegiatannya serta berwawasan dan berorientasi pada keunggulan dan teknologi;
  2. Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk gambar 4 (empat) sudut pandang melambangkan arah mata angin yang mempunyai maksud Koperasi Indonesia:
    • Sebagai gerakan koperasi di Indonesia untuk menyalurkan aspirasi;
    • Sebagai dasar perekonomian masional yang bersifat kerakyatan;
    • Sebagai penjunjung tinggi prinsip nilai kebersamaan, kemandirian, keadilan dan demokrasi;
    • Selalu menuju pada keunggulan dalam persaingan global.
  3. Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk Teks Koperasi Indonesia memberi kesan dinamis modern, menyiratkan kemajuan untuk terus berkembang serta mengikuti kemajuan jaman yang bercermin pada perekonomian yang bersemangat tinggi, teks Koperasi Indonesia yang berkesinambungan sejajar rapi mengandung makna adanya ikatan yang kuat, baik didalam lingkungan internal Koperasi Indonesia maupun antara Koperasi Indonesia dan para anggotanya;
  4. Lambang Koperasi Indonesia yang berwarna Pastel memberi kesan kalem sekaligus berwibawa, selain Koperasi Indonesia bergerak pada sektor perekonomian, warna pastel melambangkan adanya suatu keinginan, ketabahan, kemauan dan kemajuan serta mempunyai kepribadian yang kuat akan suatu hal terhadap peningkatan rasa bangga dan percaya diri yang tinggi terhadap pelaku ekonomi lainnya;
  5. Lambang Koperasi Indonesia dapat digunakan pada papan nama kantor, pataka, umbul-umbul, atribut yang terdiri dari pin, tanda pengenal pegawai dan emblem untuk seluruh kegiatan ketatalaksanaan administratif oleh Gerakan Koperasi di Seluruh Indonesia;
  6. Lambang Koperasi Indonesia menggambarkan falsafah hidup berkoperasi yang memuat :
    • Tulisan : Koperasi Indonesia yang merupakan identitas lambang;
    • Gambar : 4 (empat) kuncup bunga yang saling bertaut dihubungkan bentuk sebuah lingkaran yang menghubungkan satu kuncup dengan kuncup lainnya, menggambarkan seluruh pemangku kepentingan saling bekerja sama secara terpadu dan berkoordinasi secara harmonis dalam membangun Koperasi Indonesia;
    • Tata Warna :
      1. Warna hijau muda dengan kode warna C:10,M:3,Y:22,K:9;
      2. Warna hijau tua dengan kode warna C:20,M:0,Y:30,K:25;
      3. Warna merah tua dengan kode warna C:5,M:56,Y:76,K:21;
      4. Perbandingan skala 1 : 20.

(Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM RI)

Selasa, 29 Mei 2012

La TAHZAN

JUDUL : La TAHZAN
Penulis : Dr. ‘Aidh Al-Qarni
Format : PDF
Halaman : 144

Kata Penulis “ Saya menulis buku ini untuk untuk siapa saja yang hidup dalam bayang-bayang kegelisahan, kesedihan dan kecemasan, atau orang yang senantiasa sulit tidur dikarenakan beban duka dan dan kegundahan yang semakin berat menerpa. Dan tentu saja, siapa diantara kita yang pernah mengalami hal-hal seperti itu ? “. Untuk membaca selengkapnya :



Kandungan dalam buku La Tahzan diantaranya adalah :
1. Sadarilah bahwa jika Anda tidak hidup hanya dalam batasan hari ini saja, maka akan terpecahlah pikiran Anda, akan kacau semua urusan, dan akan semakin menggunung kesedihan dan kegundahan diri Anda. Inilah makna sabda Rasulullah: "Jika pagi tiba, janganlah menunggu sore; dan jika sore tiba, janganlah menunggu hingga waktu pagi.
2. Lupakan masa lalu dan semua yang pernah terjadi, karena perhatian yang terpaku pada yang telah lewat dan selesai merupakan kebodohan dan kegilaan.
3. Jangan menyibukkan diri dengan masa depan, sebab ia masih berada di alam gaib. Jangan pikirkan hingga ia datang dengan sendirinya.
4. Jangan mudah terguncang oleh kritikan. Jadilah orang yang teguh pendirian, dan sadarilah bahwa kritikan itu akan mengangkat harga diri Anda setara dengan kritikan tersebut.
5. Beriman kepada Allah, dan beramal salih adalah kehidupan yang baik dan bahagia.
6. Barangsiapa menginginkan ketenangan, keteduhan, dan
kesenangan, maka dia harus berdzikir kepada Allah.
7. Hamba harus menyadari bahwa segala sesuatu berdasarkan ketentuan qadha' dan qadar.
8. Jangan menunggu terima kasih dari orang lain.
9. Persiapkan diri Anda untuk menerima kemungkinan terburuk.
10. Kemungkinan yang terjadi itu ada baiknya untuk diri Anda.
11. Semua qadha' bagi seorang muslim baik adanya.
12. Berpikirlah tentang nikmat, lalu bersyukurlah.
13. Anda dengan semua yang ada pada diri Anda sudah lebih banyak daripada yang dimiliki orang lain.14.
14. Yakinlah, dari waktu ke waktu selalu saja ada jalan keluar.
15. Yakinlah, dengan musibah hati akan tergerak untuk berdoa.
16. Musibah itu akan menajamkan nurani dan menguatkan hati.
17. Sesungguhnya setelah kesulitan itu akan ada kemudahan.
18. Jangan pernah hancur hanya karena perkara-perkara yang sepele.
19. Sesungguhnya Rabb itu Maha Luas ampunan-Nya.
Silahkan download disini

Tarif Pajak Penghasilan Pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Tarif Pajak Penghasilan PribadiSesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi adalah sebagai berikut.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp)
Tarif Pajak
Sampai dengan 50 juta
5%
Di atas 50 juta sd 250 juta
15%
Di atas 250 juta sd 500 juta
25%
Di atas 500 juta
30%
Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan.
PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah Rp15.840.000. Bila pekerja kawin, ada penambahan Rp1.320.000 untuk PTKP. Bila pekerja mempunyai anak, ada penambahan PTKP sebesar Rp1.320.000 untuk setiap anak dan hanya berlaku sampai anak yang ketiga. Tidak ada penambahan PTKP untuk anak ke-empat dan seterusnya. Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp15.840.000 da tarif pajak penghasilan tetap sama.
Berikut adalah PTKP untuk status yang berbeda.
Status Pekerja
PTKP (Rp)
Belum Kawin
15.840.000
Kawin, anak 0
17.160.000
Kawin, anak 1
18.480.000
Kawin, anak 2
19.800.000
Kawin, anak 3
21.120.000
Itulah potongan pajak penghasilan pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dapat Anda gunakan untuk menghitung pajak penghasilan pribadi Anda.
bagi agan-agan yang membutuhkan software E-sptnya silahkan download link dibawah in :
1. eSPT PPh Tahunan Orang Pribadi 1770
2. eSPT PPh Tahunan Orang Pribadi 1770S
3. eSPT PPh Tahunan Orang Pribadi 1770SS
4. Patch Update eSPT PPh Tahunan Orang Pribadi 1770
5. Patch Update eSPT PPh Tahunan Orang Pribadi 1770S

Sisi-Sisi Wajah Pajak

Oleh Wiyoso Hadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pajak bersifat dinamis. Karena kedinamisannya itu selalu ada hal-hal baru yang dapat digali dan diungkapkan dari pajak. Sayangnya banyak sisi wajah pajak yang belum terungkapkan oleh media massa.

Sebagai salahsatu petugas pengelola berita di Kantor Pusat (KP) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak beberapa bulan terakhir ini, penulis dengar dan cermati dari transkrip-transkrip hasil wawancara para wartawan dan reporter media massa dengan Dirjen Pajak Fuad Rahmany, bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman wartawan dan reporter ada beberapa yang hanya putar-putar saja pada satu macam persoalan pajak, padahal ada banyak sisi wajah persoalan-persoalan pajak lainnya yang juga bisa lebih digali dan diangkat oleh teman-teman wartawan dan reporter.

Maka untuk memudahkan rekan-rekan wartawan dan reporter (terutama yang baru dirotasi untuk meliput berita-berita pajak) dalam menggali dan mengangkat sisi-sisi persoalan lainnya tentang pajak, kali ini penulis sajikan beberapa item-item ragam sisi wajah pajak yang bisa lebih digali dan diangkat oleh rekan-rekan wartawan dan reporter, yaitu seperti :

  1. Bagaimana tindak lanjut pokok-pokok kebijakan perpajakan tahun 2011 sebelumnya yang belum terselesaikan
  2. Bagaimana tindak lanjut perbaikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak
  3. Bagaimana tindak lanjut perbaikan kebijakan perpajakan untuk mendukung optimalisasi pendapatan negara dan mendukung kegiatan ekonomi, seperti dengan pemberian insentif fiskal dan lain-lainnya
  4. Bagaimana tindak lanjut pembenahan internal aparatur dan sistem perpajakan
  5. Bagaimana tindak lanjut perbaikan penegakan hukum (law enforcement) kepada wajib pajak yang tidak patuh
  6. Bagaimana tindak lanjut mensinergikan semua unsur instansi pemerintah dalam penggalian potensi perpajakan dengan memberikan dukungan data dan informasi kepada DJP
  7. Bagaimana tindak lanjut perbaikan pembayaran masa pajak
  8. Bagaimana tindak lanjut pemantapan profil seluruh WP di KPP Madya, KPP Wajib Pajak Besar, dan Kantor Wilayah (Kanwil) Khusus
  9. Bagaimana tindak lanjut pemantapan dan bedah profil 1000 WP utama KPP Pratama
  10. Bagaimana tindak lanjut pengamanan penerimaan WP sektor tertentu
  11. Bagaimana tindak lanjut pengamanan penerimaan WP OP pengusaha tertentu (OPPT) dan High Wealth Individuals (HWI)
  12. Bagaimana tindak lanjut pengamanan penerimaan dari WP bendahara
  13. Bagaimana tindak lanjut pengamanan penerimaan berbasis transaksi
  14. Bagaimana tindak lanjut pengamanan penerimaan melalui Sensus Pajak
  15. Bagaimana tindak lanjut intensifikasi penagihan melalui basis data piutang pajak
  16. Bagaimana tindak lanjut intensifikasi penagihan melalui penyampaian Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan asset wajib pajak/penanggung pajak, pencegahan penanggung pajak berpergian ke luar negeri hingga penyanderaan
  17. Bagaimana tindak lanjut intensifikasi penagihan terhadap penunggak pajak besar
  18. Bagaimana tindak lanjut intensifikasi penagihan melalui reformasi peraturan perpajakan di bidang penagihan dengan mengusulkan amandemen Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000 agar selaras dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang telah diamandemenkan sebelumnya
  19. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui peningkatan soft competency penelaah keberatan
  20. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui penguatan sistem dan prosedur pengawasan keberatan pajak
  21. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui implementasi proses eksaminasi untuk keberatan pajak tertentu
  22. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui kemampuan litigasi dari petugas sidang
  23. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui pembentukan tim tetap dengan keahlian tertentu untuk mewakili DJP atas kasus-kasus tertentu di Sidang Pengadilan Pajak
  24. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui pengajuan untuk mengefektifkan fungsi Majelis Kehormatan Hakim (Pasal 16 UU Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
  25. Bagaimana tindak lanjut penyempurnaan mekanisme keberatan banding di pengadilan pajak melalui permintaan kepada Pengadilan Pajak untuk mempublikasikan berita acara persidangan (risalah sidang)

Tentu masih banyak lagi yang dapat digali dari pajak. Keduapuluh lima item di atas hanya penulis sodorkan sebagai trigger untuk memacu kreatifitas dan questioning mind rekan-rekan wartawan dan reporter media massa nasional dan media massa daerah agar lebih lengkap dalam meliput beragam multi sisi wajah pajak. Selamat meliput untuk bersama-sama "kita" amankan penerimaan negara!

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.

Cara Menghitung PPh Pasal 21

  1. Tarif Pasal 17 dikalikan PKP untuk :
  1. Pegawai tetap, termasuk Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara lainnya, pegawai BUMN dan BUMD, dan anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
    PKP = Ph Bruto - (Biaya Jabatan +Iuran Pensiun+iuran THT/JHT + PTKP)
  2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
    PKP = Ph Bruto - (Biaya Pensiun + PTKP)
  3. Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai
    PKP = Ph Bruto - PTKP
  4. Distributor perusahaan MLM atau Direct Selling dan kegiatan sejenis lainnya
    PKP = Ph Bruto per bulan - PTKP per bulan
  1. Tarif Pasal 17 dikalikan PKP untuk :
    1. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, termasuk yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak :
      1) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya
      2) Olahragawan
      3) Pengarang, peneliti, dan penerjemah
      4) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografo, ekonomi dan sosial
      5) Agen iklan
      6)
      Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan
      7)
      Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan
      8) Peserta perlombaan
      9) Petugas penjaja barang dagangan
      10) Petugas dinas luar asuransi
    2. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
    3. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai
    4. Penarikan dana pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan oleh peserta program pensiun
    Catatan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.03/2005)
    • Ph bruto yang diterima pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan pegawai tidak tetap lainnya berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) sehari, tidak dipotong PPh Pasal 21 sepanjang jumlah ph bruto tersebut dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak dibayarkan secara bulanan.
    • Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari ph bruto setelah dikurangi Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tersebut.
    • Dalam hal penghasilan tersebut dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
    • Dalam hal penghasilan tersebut  dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan.
    • Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai tetap yang dihitung berdasarkan upah harian, dilakukan pengurangan PTKP yang sebenarnya.
    • Atas penghasilan berupa bea siswa, dilakukan pengurangan PTKP yang sebenarnya.
  1. Tarif sebesar 15%  dikalikan Ph Neto  (50% x Penghasilan Bruto) untuk :

    Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, terdiri dari :
  1. Pengacara;
  2. Akuntan;
  3. Arsitek;
  4. Dokter;
  5. Konsultan;
  6. Notaris;
  7. Penilai;
  8. Aktuaris.
  1. Tarif sebesar 15%  dikalikan Ph Neto  (50% x Penghasilan Bruto) untuk :
    Penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
    Pehitungan PPh Final sbb :
  1. Penghasilan bruto s.d. Rp 25.000.000 tidak dikenakan PPh Final.
  2. Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000 sebesar 10%
  3. Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00 sebesar 15%
  4. Penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000,00  sebesar 25%
© PajakOnline.com